Senin, 16 Desember 2013

TARIAN GANDRUNG MULAI MENGHILANG DIMASYRAKAT

MANUSIA DAN KEADILAN                                      



Tari Gandrung merupakan salah satu tarian dari Banyuwangi. Tarian yang disajikan dengan iringan khas percampuran budaya jawa dan Bali itu telah menjadi ikon tersendiri bagi kota yang terletak ujung Jawa Timur. Dalam bahasa Jawa, kata Gandrung memiliki arti senang yang sebegitunya terhadap suatu hal. Dalam hal ini Gandrung diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang notabene agraris kepada Dewi Sri sebagai perlambang kesejahteraan rakyat. Ketika menyebut Gandrung, maka otomatis pemikiran sebagian orang selalu merujuk ke Banyuwangi. Di sana banyak dijumpai beberapa patung Gandrung. Tarian ini biasa dipentaskan dalam petik laut, perkawinan, sunatan, tujuh belasan serta beberapa pesta rakyat di Banyuwangi.
Ketika saya kuliah dulu, ada beberapa mata kuliah tentang kesenian rakyat lokal. Salah satunya adalah tentang tari gandrung. Dalam perkembangan sejarahnya, kesenian Gandrung Banyuwangi muncul bersama dengan dibukanya hutan Tirtogondo untuk membangun ibu kota Blambangan. Pada awalnya penari Gandrung adalah laki laki dengan tabuhan musik rebana dan gendang. Namun seiring berjalannya waktu mengalami perubahan dan penyesuaian. Penari Gandrung pertama yang dikenal dalam sejarah bernama Semi. Menurut cerita, Semi adalah seorang anak perempuan yang sakit sakita. Akhirnya sang Ibunda bernadzar, apabila Semi sembuh dari sakitnya maka dia akan dijadikan seblang. Seblang merupakan sejenis tarian yang ditarikan oleh perawan. Dari sinilah awal mulanya tarian Gandrung ditarikan oleh seorang perempuan. Setelah Semi, tari ini akhirnya dipopulerkan oleh adik adiknya dan beberapa anak perempuan.
Setiap kesenian mpunya ciri khas,begitu juga dalam hal tata busana. Gandrung Banyuwangi yang mempunyai keunikan tersendiri karena beda dengan tarian Jawa lain. Hal ini Dikarenakan Adanya pengaruh kerajaan Bali dan Blambangan.

Sejarah tari Gandrung bermula dalam suatu upacara di Istana Kerajaan Majapahit, sering dipentaskan suatu bentuk tarian istana yang disebut “Juru Angin”, yaitu seorang wanita penari, menari sambil bernyanyi, Penari tersebut disertai oleh seorang “buyut” yaitu seorang pria tua yang berfungsi sebagai punakawan.

Diduga dari bentuk tarian ini yang mengilhami terbentuknya tari Gandrung yang selalu diikuti oleh seorang kluncing atau pengudang. Pengudang ini selalu memberikan komentar-komentar lucu  (lawakan) serhubungan dengan tarian yang dibawakan oleh penari Gandrung.
Pada zaman kehidupan kerajaan-kerajaan, perkembangan produk budaya yang jauh dari pusat kekuasaan diduga mengikuti pola seni budaya pusat. Sehingga dalam masa perkembangannya sampai dengan  tahun 1890 di daerah Belambangan berkembang bentuk kesenian kesenian khas Belambangan yang dinamai Gandrung, penarinya terdiri dari anak laki-Iaki berumur antara 7 sampai 16 tahun, berperan sebagai penari Gandrung dengan berpakaian dan rias perempuan. Pada perkembangan selanjutnya, tari Gandrung dibawakan oleh seorang wanita dan kebetulan penari Gandrung perempuan pertama juga penari Seblang bernama Semi, putri seorang penduduk Cungking bernama Mak Midah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar