Dalam pelaksanaan tugas sehari – hari
di lapangan, Polri sering dihadapkan pada tugas di masyarakat yang memerlukan
perencanaan. Dimana perencanaan itu haruslah cepat dan tepat yang menuntut
kesesuaian dengan tujuan yang akan dicapai. Apabila terjadi penyimpangan dari
yang diharapkan, akan dapat menimbulkan suatu permasalahan yang berupa gangguan
terhadap masyarakat maupun citra institusi organisasi Polri sendiri.
Tegaknya
institusi organisasi Polri itu sendiri tergantung dari perilaku dalam
melaksanakan tugas anggota Polri di lapangan. Sehingga Polri dituntut untuk
memiliki anggota yang bertindak profesional, terampil, patuh hukum dan
berdedikasi tinggi dalam mengabdikan tugasnya di masyarakat. Secara umum dalam
menciptakan anggota yang sedemikian rupa, Polri memiliki 2 faktor yang
menentukan yaitu dalam merekrut calon anggota Polri dan dalam melakukan
pembinaan di lapangan saat calon anggota tersebut telah menyelesaikan
pendidikan pembentukan, yang berbentuk penilaian kinerja yang merupakan suatu
alat pertimbangan dalam menentukan fungsi tugas Polri yang cocok bagi anggota
tersebut.
Dalam
Penilaian Kinerja anggota Polri yang berupa Daftar Penilaian tersebut, terdapat
salah satu faktor – faktor penilaian yang melekat pada anggota, yaitu kemampuan
merencanakan. Namun apa saja yang terdapat dalam kemampuan merencanakan
tersebut, kendala yang dihadapi dan solusinya, yang menyebabkan penilaian
tersebut menjadi salah satu faktor dalam menentukan prestasi kerja anggota
Polri, yang menjadi kunci dalam menegakkan institusi Polri, yang selanjutnya
akan dibahas dalam tulisan ini.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
manajemen atau penyelia penilai untuk menilai hasil kerja seseorang dengan
jalan membandingkan hasil kerja atas pelaksanaan pekerjaan dalam suatu periode
tertentu yang biasanya pada setiap akhir tahun .
Menurut Prof. Dr. Awaloedin Djamin,
MPA, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengukur prestasi kerja masing – masing
personel dalam rangka mengembangkan kualitas kerja mereka, pembinaan
selanjutnya, maupun tindakan perbaikan atas pekerjaan – pekerjaan yang
dilaksanakan dan kurang sesuai dengan diskripsi pekerjaan yang telah ditentukan,
dan juga untuk keperluan yang berhubungan dengan masalah – masalah personalia
lainnya.
Salah satu faktor penilaian itu adalah kemampuan anggota untuk merencanakan.
Yaitu kemampuan dalam merencanakan setiap kegiatan yang harus dilakukan, dengan
mengenali permasalahan secara keseluruhan dalam organisasi, menilai dan
menganalisa data – data yang ada dari data yang di dapat mencakup segala aspek
kemudian mengatur dalam bentuk penetapan langkah – langkah ke depan yang harus
dilakukan. Kemampuan ini harus dimiliki anggota Polri, terutama dalam
menghadapi berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat, dari permasalahan
itu, dapat menemukan alternatif dalam mengatasinya kemudian merencanakan
tindakan atau langkah – langkah yang harus dilakukan guna menyelesaikan
permasalahan itu.
Selaku
penyelia penilai yang di wilayah, tugas itu dilakukan oleh atasan hukum
langsung dari anggota yang bersangkutan, jika anggota yang dinilai adalah
anggota reserse di wilayah satuan kerja tingkat Polres, maka yang melakukan
penilaian adalah Kasat Reserse nya, jika yang dinilai adalah anggota Brimob
dalam lingkup satuan kerja tingkat kompi, maka penilainya adalah Komandan
Kompi.
Kriteria
penilaian itu diantaranya adalah memiliki kemampuan perencanaan yang mencakup
bayangan dan konsepsi jauh ke depan. Hal ini dimaksudkan seperti disebutkan
pada paragraf di atas dimana anggota tersebut memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan setiap permasalahan dengan langkah – langkah yang tersusun
sistematis dan diharapkan memberikan hasil yang baik, dengan jangkauan jauh ke
depan dengan pengertian bahwa tindakan tersebut sudah dipertimbangkan akan
akibat yang didapat, sehingga akibat yang negatif dapat dihindari sedini
mungkin. Penilaian terhadap hal ini memiliki tingkat yang sangat baik bagi anggota,
dalam penilaian prestasi kinerja.
Dapat
melihat gambaran yang lebih besar dan mampu membuat perencanaan di atas
keperluan jabatannya. Dimaksudkan bahwa anggota tersebut dalam menghadapi
setiap permasalahan mampu melihat permasalahan secara luas, tentang baik
buruknya dan sebab akibatnya ke depan sehingga dapat digunakan untuk
mengkoordinasikan dalam membuat suatu perencanaan secara menyeluruh yang dalam
menanganinya melibatkan unsur atau fungsi lain di luar satuan kerjanya. Hal ini
memberikan penilaian yang baik bagi anggota di lapangan dalam melaksanakan
tugasnya.
Dapat
melihat ke depan dan mengambil tindakan untuk memecahkan persoalan. Dimaksudkan
bahwa anggota tersebut telah mempersiapkan langkah – langkah yang akan diambil
dan mempersiapkan tindakannya untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang
dimaksud, sehingga memiliki penilaian kriteria prestasi kinerja yang cukup
baik.
Membuat perencanaan sekedar untuk memenuhi keperluan jabatan sekarang.
Dimaksudkan bahwa perencanaan tersebut dibuat oleh anggota hanya untuk
keperluan jabatannya sekarang, tanpa memperhatikan aspek fungsi Polri yang
lain, sehingga terkadang perencanaan ini mempunyai satu penilaian yang cukup
buruk, dimiliki oleh anggota yang kurang memiliki keinginan untuk berkembang
dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada ke depan.
Menunggu orang lain menunjukkan masalah – masalah dan tidak mampu menilai ke
depan. Dimana anggota tersebut cenderung bersifat pasif dan malas, tidak mau
menjemput bola terhadap permasalahan yang ada terutama di masyarakat, tidak
menyiapkan suatu antisipasi terhadap setiap permasalahan, cenderung menunggu
permasalahan itu muncul dan penyiapan langkah – langkah ke depan guna mengatasi
masalah tersebut tidak dilakukan ataupun tidak dimiliki.
Sehingga dalam penilaian akan kemampuan
merencanakan hal tersebut merupakan yang terburuk bagi anggota. Hal ini apabila
dimiliki terus menerus dan tidak ada perkembangan, dapat diambil suatu
alternatif tindakan untuk kembali menyekolahkan anggota tersebut pada lembaga
Polri, untuk menutupi atau memantapkan pengetahuan terhadap anggota tersebut
akan tugas Polri.
Dalam penilaian yang dilakukan oleh unsur – unsur atasan langsung tersebut,
secara aturan tertulis telah dilaksanakan dengan baik. Namun masih seringnya
kita jumpai adanya penyimpangan dalam penilaian. Penyimpangan – penyimpangan
itu sering dilakukan oleh atasan karena adanya kepentingan – kepentingan yang
bersifat menguntungkan pribadi yaitu baik tidaknya perilaku anggota tidak
berdasarkan kepentingan organisasi Polri, tetapi sering tidaknya anggota itu
memberikan setoran ataupun bantuan lainnya kepada pimpinannya, namun memiliki
kinerja perencanaan yang buruk. Dimana penilaian terhadap anggota tersebut
menjadi tinggi dan baik. Sehingga subyektifitas yang berbentuk prasangka
pribadi pun, dalam penilaian ini sangat berpengaruh .
Adanya
suatu peristiwa yang terjadi pada kesatuan saya sebelumnya, saat menjabat
sebagai Wakil Komandan Kompi 2 Batalyon B Satbrimobda Kaltim, pada saat adanya
kegiatan Usulan Kenaikan Pangkat terhadap anggota di lapangan, dan perintah
atau kebiasaan pimpinan tugas penilaian tersebut dilakukan oleh atasan
langsung. Dimana saya baru menerima jabatan tersebut selama 1 bulan dan belum
mengenal anggota secara keseluruhan. Akibatnya tugas tersebut tidak dilaksanakan
secara obyektif, dan cenderung menilai apa adanya sesuai standar yang dipatok
oleh pimpinan tertinggi, tanpa memberikan kewenangan kepada saya untuk menilai
apakah anggota tersebut pantas naik pangkatnya atau tidak, dengan memberikan
waktu tambahan untuk mengenal lebih jauh tentang kinerja anggota tersebut.
Kemudian
adanya kebiasaan dari kesatuan saya sebelumnya, adalah bahwa penilaian prestasi
kinerja anggota tersebut hanya dilakukan pada saat UKP saja dan tidak dilakukan
secara periodik per bulan atau secara periodik lainnya, serta tidak adanya
pujian ataupun tegoran terhadap anggota yang berprestasi dan yang melanggar
aturan secara tertulis, seperti berupa piagam dan lain sebagainya.
Yang menyebabkan cara berpikir
ataupun sistem akan kemampuan perencanaan anggota dalam menyelesaikan
permasalahan kurang berjalan dengan baik dan cenderung bergantung atau menunggu
perintah dari komandannya. Dan hal tersebut juga disebabkan karena adanya
doktrin lama, sewaktu kita masih tergabung dalam ABRI, yang masih melekat
tercetak dalam hirarki dan sistem kerja kesatuan selama ini.
Dari beberapa permasalahan khususnya pada kemempuan perencanaan anggota yang
bisa menghambat kegiatan penilaian kinerja tersebut, kesemuanya dapat
dihindari, atau paling sedikit dikurangi, apabila standar penilaian dinyatakan
secara jelas. Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA, agar para penilai
semakin mampu melakukan penilaian yang obyektif, ada tiga langkah yang perlu
diambil . Pertama : melatih para penilai tentang berbagai tekhnik penilaian
yang obyektif. Kedua : memberikan umpan balik kepada para penilai tentang
penggunaan cara – cara penilaian yang pernah diterapkannya. Ketiga : dengan
bantuan bagian kepegawaian menemukan dan menggunakan teknik penilaian yang
dipandang paling tepat, baik yang berorientasi pada prestasi kerja di masa lalu
maupun yang ditujukan kepada kepentingan organisasi di masa depan.
Kemudian berdasarkan analisa
kasus pada kesatuan saya sebelumnya, untuk mengatasinya, pemberian penilaian
kinerja tersebut dilakukan secara rutin berkala dan hasil penilaian tersebut
yang telah ditandatangani oleh atasan hukum langsung dari anggota, diserahkan
kembali kepada anggota yang dinilai.
Dan tidak menjadi keharusan
bagi personel yang bersangkutan untuk menyetujui atas penilaian pelaksanaan
pekerjaan terhadap dirinya . Sehingga diharapkan anggota tersebut mengerti akan
kelebihan dan kekurangannya untuk digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan
kemampuannya khususnya kemampuan merencanakan, dalam melaksanakan tugasnya di
masa mendatang.
Untuk
masa mendatang sebagai jalan lain dalam menghadapi penilaian kinerja yang masih
terlalu umum dalam penjabarannya, agar sedapat mungkin dibuat uraian penilaian
secara mendetil dengan menjelaskan aitem – aitemnya, sehingga penilaian dapat
secara gamblang dan se obyektif mungkin.